Jakarta- Pemerintah Indonesia tengah mengkaji potensi implementasi program pinjaman pendidikan (student loan) sebagai solusi dalam mengatasi kontroversi pembayaran uang kuliah melalui sistem pinjaman online di beberapa universitas. Meski dianggap sebagai alternatif pembiayaan pendidikan, rencana ini menuai beragam tanggapan dari masyarakat.
Menanggapi tingginya kebutuhan pembiayaan pendidikan, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa dewan pengawas Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) sedang mengkaji potensi pengembangan pinjaman pendidikan. Sri Mulyani menekankan perlunya merancang skema yang tepat, didukung oleh subsidi pemerintah, untuk mencegah beban finansial yang berlebihan terutama bagi mahasiswa dari keluarga miskin.
Meski mendapat beragam reaksi di media sosial, sejumlah pihak mengungkapkan kekhawatiran terhadap potensi “beban ganda” yang mungkin dialami lulusan perguruan tinggi yang berasal dari keluarga kurang mampu. Namun, pemodelan yang dilakukan oleh SMERU Institute menunjukkan bahwa pinjaman pendidikan dapat diimplementasikan secara efektif jika didesain dengan baik dan didukung oleh subsidi pemerintah.
Pinjaman pendidikan, mengutip Cambridge Dictionary, adalah perjanjian di mana mahasiswa atau universitas meminjam uang dari bank untuk membiayai kuliah, dengan kewajiban membayarnya setelah lulus dan mulai bekerja.
Direktur Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia Kemenkes, dr Nida Rohmawati, MPH, menjelaskan bahwa pemilihan model pinjaman yang tepat akan menjadi kunci sukses implementasi. Pemerintah juga sedang mengkaji potensi pinjaman berbasis pendapatan yang memungkinkan peminjam membayar kembali setelah mencapai ambang batas penghasilan tertentu.
Dalam upaya meningkatkan akses pendidikan tinggi, SMERU Institute mencatat bahwa hanya 10,15% penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas yang mengenyam pendidikan tinggi berdasarkan Survei Sosiekonomi Nasional (Susenas) 2023 oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Meskipun pemerintah telah menyediakan skema beasiswa, ketimpangan akses masih menjadi persoalan.
Diskusi seputar implementasi pinjaman pendidikan juga mencuat dalam konteks kasus di Institut Teknologi Bandung (ITB), di mana beberapa siswa menghadapi kesulitan membayar uang kuliah yang dirasa mahal. Fenomena ini, sebagian disebabkan oleh komersialisasi perguruan tinggi, memunculkan tawaran pembayaran melalui pinjaman online yang menimbulkan kritik.
Pengamat dari Institute for Development of Economics and Science (Indef) Nailul Huda mencatat bahwa opsi pembayaran melalui pinjaman online memiliki risiko gagal bayar tinggi. Namun, beberapa pihak berpendapat bahwa pinjaman pendidikan bisa diterapkan dengan suku bunga rendah atau nol, memberikan solusi kepada mereka yang tidak tercakup dalam program bantuan pendidikan.
Dengan demikian, implementasi program pinjaman pendidikan di Indonesia masih memerlukan perancangan yang matang agar dapat memberikan manfaat tanpa menimbulkan beban finansial yang berlebihan bagi mahasiswa.
GIPHY App Key not set. Please check settings