in

AS Usulkan Jeda 30 Hari untuk Pembebasan Sandera di Gaza

Warga mengikuti aksi solidaritas untuk Palestina di kawasan Nol Kilometer Yogyakarta, Sabtu (13/1/2024). Aksi 100 hari geosida Israel ke Palestina yang diikuti masyarakat Yogyakarta dari berbagai elemen tersebut dilakukan sebagai bentuk solidaritas dan kepedulian terhadap rakyat Palestina yang mengalami penderitaan akibat serangan militer Israel. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/nz

INFONESIA Paris- Para pejabat tinggi dari Amerika Serikat (AS), Mesir, Qatar, dan Israel berkumpul di Paris, Prancis, untuk melakukan upaya gencatan senjata di Jalur Gaza. Meskipun Kantor Perdana Menteri (PM) Israel menyatakan bahwa pembicaraan bersifat konstruktif, namun masih terdapat kesenjangan yang signifikan yang perlu diatasi.

Pernyataan dari kantor PM Israel, seperti yang dilaporkan oleh The Guardian pada Senin (29/1/2024), mengindikasikan bahwa kesenjangan tersebut menjadi fokus pembicaraan tambahan yang akan berlangsung pekan ini.

Sebelum pertemuan di Paris, laporan dari Associated Press (AP) menyebutkan bahwa perunding AS, termasuk Direktur CIA William Burns, telah menyajikan kerangka kerja perundingan yang difokuskan pada jeda dua bulan dalam konflik antara Hamas dan Israel.

AS dikabarkan mengusulkan gencatan senjata sementara selama 30 hari, dimaksudkan untuk memungkinkan pembebasan sandera perempuan, lanjut usia, dan yang terluka. Langkah ini akan diikuti oleh jeda 30 hari berikutnya, di mana tentara Israel dan sandera laki-laki akan dibebaskan, sambil memperbolehkan peningkatan aliran bantuan ke Jalur Gaza.

Harapannya, penghentian pertempuran dapat membuka peluang untuk merundingkan gencatan senjata yang lebih tahan lama dan berjangka panjang.

Dalam beberapa pekan pembicaraan di Doha, sejumlah laporan mencatat bahwa Hamas secara konsisten menolak menerima kesepakatan yang tidak mencakup gencatan senjata permanen. Israel menawarkan jeda dua bulan dalam pertempuran dengan imbalan pembebasan sandera, namun tanpa jaminan berakhirnya konflik secara permanen.

Seorang sumber yang akrab dengan diskusi menyatakan bahwa usulan saat ini mencakup penggunaan sistem gencatan senjata bertahap dan pembebasan sandera sebagai langkah untuk membangun kepercayaan. Jika setiap tahap berhasil, diharapkan dapat menghasilkan akhir yang jelas dan permanen.

Namun, pertemuan di Paris dikabarkan membuat perunding Hamas tidak dapat hadir. Meskipun demikian, kemajuan yang dicapai di Paris memerlukan dukungan dari sayap politik Hamas di Doha, terutama untuk meyakinkan pemimpin militer dan pejabat politik di Jalur Gaza, termasuk Yahya Sinwar, agar menyetujui kesepakatan.

Pejabat Hamas telah mengulang tuntutannya terhadap gencatan senjata penuh dan pertukaran sandera dengan ribuan tahanan Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel. Proses diplomasi ini menjadi panggung untuk berupaya mengakhiri ketegangan di Jalur Gaza, dengan tantangan dan harapan yang saling berimbang.

(Liputan6)

Share:   

What do you think?

Infonesia

Written by Infonesia

Tinggalkan Balasan

Avatar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

GIPHY App Key not set. Please check settings

Iran Eksekusi Mati 4 Terdakwa Kolaborasi dengan Israel dalam Rencana Sabotase

Pemungutan Suara Pemilu 2024 di Jeddah, Arab Saudi Dimajukan Menjadi 9 Februari